Cirebon. Suararadarcakrabuana.com – Kebebasan pers di Indonesia kembali mendapat sorotan tajam menyusul meningkatnya kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap wartawan di berbagai daerah.
Berdasarkan catatan dari Pimpinan Redaksi Media Suararadarcakrabuana.com, sepanjang dari 2024 hingga 2025 tercatat sekitar 90 kasus kekerasan terhadap jurnalis, sedangkan pada 2023 terdapat 89 kasus, jumlah tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Bukan hanya kekerasan fisik saja yang dialami oleh insan pers, bahkan hingga kriminalisasi terhadap insan pers juga masih marak terjadi. Berdasarkan dari informasi dilapangan sedikitnya terdapat 10 kasus kriminalisasi jurnalis pada tahun 2020.
Sebagian besar menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tahun-tahun berikutnya, pola serupa masih berlanjut dengan berbagai modus pelaporan hukum terhadap wartawan dan media.
Perlindungan hukum jurnalis telah tercantum dalam Undang-Undang pasal 18 Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dijelaskan bahwa wartawan memiliki perlindungan hukum penuh dalam menjalankan profesinya.
Pasal 8:
“Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.”
Pasal 18 Ayat (1):
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan (3) dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”
Ketentuan ini menegaskan bahwa menghalangi wartawan saat meliput atau melakukan tugas jurnalistik merupakan tindak pidana, dan dapat diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Bentuk-Bentuk Pelanggaran Terhadap Insan Pers ;
- Intimidasi dan kekerasan saat peliputan di lapangan
- Perampasan alat kerja dan penghapusan data liputan
- Pelaporan hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik
- Serangan digital dan penyebaran data pribadi wartawan
- Ancaman verbal maupun fisik dari pihak tertentu
- Seruan untuk Penegakan Hukum dan Perlindungan Pers
Kebebasan pers adalah bagian dari hak asasi manusia dan pilar utama demokrasi. Setiap upaya pembungkaman, intimidasi, atau kriminalisasi terhadap wartawan merupakan pelanggaran terhadap prinsip konstitusional kebebasan berekspresi.
Organisasi pers, lembaga hukum, dan masyarakat sipil menyerukan kepada seluruh aparat penegak hukum agar menindak tegas setiap bentuk pelanggaran terhadap insan pers, serta memastikan perlindungan dan keamanan bagi wartawan di lapangan.
Dalam hal ini Dewan PERS harus bertanggung jawab dan memberikan perlindungan terhadap Insan PERS.
” Sangat disayangkan sekali, saat insan pers mendapatkan tindakan Kriminalisasi, Intimidasi Dan tekan. Dewan Pers dan organisasi Pers mereka tutup mata dan tutup telinga. Bahkan ada beberapa media ketika wartawan mendapatkan temuan pemberitaan terkait praktik Ilegal ada yang melakukan tekdown dan lepas tanggung jawab, guna mencari titik aman.” ujarnya
Menurut tanggapan dari Pimpinan Redaksi Media Suararadarcakrbuana.com seharus sesama insan pers itu saling support dan saling melindungi satu sama lainnya.
Namun fakta di lapangan sangatlah ironis sekali, karena merasa senior, sehingga menganggap sebelah mata jurnalis dari media lain.
” Di mana rasa empati terhadap satu profesi, bahkan demi rupiah saat ada wartawan/jurnalis dari media yang berbeda, bukan nya membantuku mensupport malah turut serta menjustice dan membela pelaku usaha ilegal. Contohnya seperti membongkar praktik tambang ilegal, Mafia BBM,mafia tanah dan masih banyak yang lainnya.” Ungkapnya.(8/10/2025)
Redaksi; RS,SH