Jakarta. Suararadarcakrabuana.com – Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan investigasi awal terkait keracunan massal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat disebabkan unsur kelalaian manusia.
Seperti diketahui, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat telah menetapkan keracunan massal yang menimpa 364 korban sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang mengungkapkan temuan awal investigasi internal mengindikasikan keracunan massal terjadi karena proses memasak yang terlalu cepat.
“Produk MBG itu harus langsung dikonsumsi maksimal enam jam setelah selesai dimasak. Temuan awal mengindikasikan dapur SPPG yang melayani sekolah tersebut menyelesaikan proses masak sekitar pukul 21.00 WIB sehari sebelumnya, Minggu (21/9),” ujar Nanik di Artotel Living World Kota Wisata Cibubur, Kamis 25/9/2025
Menurut Nanik, siswa SMK Pembangunan Bandung Barat mengonsumsi MBG sekitar pukul 09.00 WIB, Senin 22 september 2025 kemarin. Dengan demikian, makanan yang dikonsumsi sudah dimasak 12 jam sebelumnya.
Ia menduga dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang memasok MBG tersebut tidak mempekerjakan jurutama masak atau chef bersertifikat.
“MBG yang dikonsumsi para siswa sudah terlalu lama sejak selesai dimasak. Kami menilai ada unsur ‘kemalasan’ dari dapur SPPG,” kata Nanik.
Meski begitu, ia menekankan proses investigasi masih berlangsung. Menurutnya, penyelidikan melibatkan berbagai pihak, termasuk Kepolisian, Badan Intelijen Negara, Dinas Kesehatan Jawa Barat, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Karena itu, dapur SPPG yang terlibat berpotensi mendapat sanksi pidana jika terbukti memenuhi unsur kesengajaan. Selain itu, pemerintah juga akan menutup dapur SPPG yang melanggar standar operasional.
“Penutupan dapur SPPG merupakan sanksi terberat dalam program MBG. Kerugian akibat penutupan sepenuhnya akan ditanggung mitra pengelola dapur,” kata Nanik.
Ia menilai kejadian keracunan tidak mungkin terjadi bila dapur SPPG mengikuti SOP secara menyeluruh. Standar tersebut mengharuskan dapur menggunakan infrastruktur higienis, mulai dari peralatan masak berbahan baja nirkarat hingga lantai dapur yang dilapisi epoksi.
Selain itu, BGN juga mengatur prasarana dapur SPPG, mulai dari ukuran ruang pendingin hingga tata ruang dapur. Ke depan, Nanik berencana meningkatkan syarat operasional dengan mewajibkan adanya tambahan satu chef bersertifikasi.
Perlu diketahui, setiap dapur SPPG wajib memiliki chef bersertifikasi yang memimpin seluruh proses memasak. Gaji chef tersebut ditanggung melalui biaya operasional dalam anggaran program MBG.
Sejak Rabu (24/9), setiap SPPG diwajibkan menambah satu kbersertifikasi dari anggaran mandiri. Dengan begitu, setiap dapur minimal memiliki dua chef bersertifikasi.
“Verifikasi dapur SPPG sebelum beroperasi akan semakin ketat. Kami akan melakukan inspeksi berkala, dan langsung menutup dapur yang tidak menaati SOP,” pungkas Nanik.
RED